Sabtu, 27 November 2010

Etika dalam auditing

Etika Dalam Auditing

Macam-macam Etika Auditing :

a. Independensi

à Independensi dalam Audit : sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya dan membuat laporan audit
à Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias (independen) disepanjang audit
Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi tsb.
à
• Revisi dari Persyaratan Independensi Auditor SEC
– Kepentingan Kepemilikan
– TI dan Jasa Non Audit lainnya
• Dewan Standar Independen (Independence Standards Board/ISB)
à memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik
• Komite Audit
à Sejumlah anggota terpilih dari Dewan Direksi yang bertanggungjawab membantu Auditor untuk tetap independen dari manajemen
• Berbelanja untuk Prinsip Akuntansi
• Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham
à Pemilihan KAP baru atau melanjutkan KAP yang ada melalui persetujuan pemegang saham
• Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen
Peraturan Independensi Perilaku dan Interpretasi
• Kepentingan Keuangan
– Anggota yang tercakup
– Kepentingan Keuangan Langsung versus Kepentingan Keuangan Tidak Langsung
– Material atau Tidak Material
• Berbagai Isu Kepentingan Keuangan yang Saling Terkait
– Para mantan praktisi
– Prosedur kredit normal
– Kepentingan keuangan dari keluarga terdekat
– Bersama-sama memiliki hubungan sebagai penanam modal atau penerima modal klien
– Direktur, Pejabat, Manajemen atau Pegawai sebuah perusahaan
• Litigasi antara KAP dan Klien
• Pembukuan dan Jasa Lainnya
• Audit Internal dan Jasa Audit yang Diperluas
• Fee yang Belum Dibayar

b. Tanggung Jawab Auditor
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
§
§ Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
§
§ Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
§ Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

c. Opini Auditor
Munawir (1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
§ Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
Pendapat
§ Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
Pendapat Tidak Setuju.
§ Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
§ Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat
§ memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.

sumber : www.google.com

Etika dalam akuntansi

ETIKA DALAM AKUNTANSI


PENGERTIAN
Etika dalam akuntansi (creative accounting, fraud auditing) Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan ( error ) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :
1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
3. Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Sumber : Wikipedia.id.org

etika bisnis

Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:

1. Pengendalian diri

2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

4. Menciptakan persaingan yang sehat

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

10. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

SUMBER : (http://noer-site.web.id)

good corporate governance

GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( GCG )

PENGERTIAN :

Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good Corporate Governance memang menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik.

PRINSIP-PRINSIP GCG :

Transparansi

Pengungkapan informasi merupakan hal penting, sehingga semua pihak berkepentingan tahu pasti apa yang telah dan bisa terjadi.

Laporan tahunan perusahaan harus memuat berbagai informasi yang diperlukan, demikian pula perusahaan go-public. Persyaratan untuk ini antara lain disusun oleh Komite Nasional Bagi Pengelolaan Perusahaan Yang Baik (KNPPB).

Fairness

GC yang baik mensyaratkan adanya perlindungan untuk hak minoritas. Perlakuan yang sama dan adil pada semua pemegang saham, melarang kecurangan insider trading, dll. KNPPB mensyaratkan minimal 20% direksi berasal dari luar yang tidak ada hubungan dengan pemegang saham dan direksi.

Akuntabilitas

Ada pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi. Ada pertanggung-jawaban dari komisaris dan direksi, serta ada perlindungan untuk karir karyawan. Perlu ditetapkan berapa kali rapat dalam kurun waktu tertentu, serta berbagai sistem pengawasan yang lain.

Responsibility

Perlu dipastikan adanya kepatuhan perusahaan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku. Misalnya dalam PT terbuka perlu adanya sekretaris perusahaan.

Ada lagi yang menambahkan asas disiplin, independency, dan social-awareness, check and balance, dan social involvement.

Independensi

Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh / tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

Sumber : Warta BRI no. 04/XXV/2001

Jumat, 08 Oktober 2010

KONSEP ETIKA

KONSEP ETIKA

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[ Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.]

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia

Secara metodologi tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.


Etika Filosofis

Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.

Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:

1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukun mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah

Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

Hubungan Etika Filosofis dan Etika Teologis

Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:

  • Revisionisme

Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.

  • Sintesis

Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.

  • Diaparalelisme

Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquino, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.

Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.

Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas