Kamis, 31 Maret 2011

TUGAS AKUNTANSI INTERNASIONAL

Definisi LEASING :

Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.

Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Macam-macam LEASING :

1. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Jumlah rental ini secar keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
b. Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.

2. Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.

3. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.

4. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.

5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.

Perlakuan pajak LEASING :

1. Finance Lease
a. Perlakuan Pajak bagi Lessor
- Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran finance lease yaitu berupa imbalan jasa leasing dikurangi dengan angsuran pokok. Dalam hal sewa-guna-usaha sindikasi, imbalan jasa bagi masing-masing anggota dihitung secara proporsional sesuai dengan perjanjian antar anggota sindikasi yang bersangkutan.
- Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang di leasing.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor.
- Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang finance lease.
- Kerugian yang diderita karena piutang leasing yang nyata-nyta tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
- Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud, maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh terutang berdasarkan Laporan Keuangan Triwulanan terakhir yang disetahunkan, dibagi dua belas. Dalam hal lessor juga melaksanakan kegiatan operating lease, maka laporan keuangan triwulanan dimaksud adalah laporan keuangan triwulanan gabungan.
b. Perlakuan Pajak bagi Lessee
- selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
- Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan.
- Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pembebanan biaya leasing.
- Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua) transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha. Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan aktiva dari pemakaian oleh sebab biasa.
- Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing.
- Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Operating Lease
a. Perlakuan Pajak bagi Lessor
- seluruh pembayaran operating lease yang diterima lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
- Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang di leasing tersebut.
- Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu.

b. Perlakuan Pajak bagi Lessee
- pembayaran operating lease yang dibayar oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing.
- Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran operating lease yang dibayarkan kepada lessor.
- Atas penyerahan jasa ini terhutang Pajak Pertambahan Nilai


Pajak yang berkaitan dengan leasing :

1. Pajak Penghasilan (Pph)
Berdasarkan Undang-undang No.17 tahun 2000 dan surat keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan : ‘Lesse tidak memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang tidak bayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.


2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam hal transaksi sale and leaseback tanpa hak opsi,PPN masukan atas perolehan barang tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal leesee kemudian meleesee kembaliu barang tersebut, maka leessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan yang dilakukan.

PSAK yg berkaitan dengan LEASING :

Agar daftar keuangan menjadi jelas dan dpat dimengerti oleh pemakai secara universal maka diperlukan akuntansi keuangan yang ditata berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Standar akuntansi ini disusun oleh organisasi profesi akuntansi dengan tujuan agar daftar keuangan menjadi lebih objektif, jelas dan dapat dimengerti oleh semua pihak. Standar akuntansi keuangan merupakan prinsip akuntansi yang lazim atau berlaku umum. Prinsip akuntansi merupakan garis pedoman, hukum-hukum peraturan yang digunakan dalam pekerjaan akuntansi dan berlaku sebagai penuntun dalam praktek akuntansi.

Dalam perkembangannya standar akuntansi selalu dipengaruhi keadaan perekonomian suatu negara, seperti perubahan-perubahan dalam kondisi ekonomi dan sosial sesuai dengan pengetahuan dan teknologi baru, sesuai dengan kebutuhan para pemakai informasi keuangan. Dengan demikian standar akuntansi bersifat dinamis karena akan selalu mengikuti perubahan-perubahan kondisi ekonomi dan sosial negara yang menggunakannya.

Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan dalam standar akuntansi keuangan yang digunakannya. PAI padd tahun 1974 merupakan standar akuntansi pertama yang berlaku umum di Indonesia. Sebelum PAI diresmikan pada tahun 1974, pedoman penyusunan daftar keuangan masih dilakukan bedasarkan prinsipprinsip akuntansi pada paham yang luas yang dikenal dengan nama kebiasaan pedagang yang baik. Pedoman ini tidak tertulis sehingga sukar untuk dipakai sebagai rujukan dan dapat menimbulkan ketidakpastian. Dengan paham tersebut tiap akuntan dapat menentukan sendiri prinsip-prinsip akuntansi yang mana yang sesuai dengan paham goedkoopmansgebruik tersebut sehingga sifatnya agak subyektif. PAI pada tahun 1974 memberi kesempatan secara teratur dan mengurangi perbedaan dalam praktek-praktek akuntansi dilndonesia. Selama sepuluh tahun PAI tersebut telah dijadikan acuan pokok dalam penyusunan daftar keuangan untuk pelaporan kepada pihak diluar perusahaan dan juga merupakan acuan bagi auditor dalam memberikan opini atas kewajaran daftar keuangan dalam rangka audit umum.

Sesuai dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang dengan sendirinya menimbulkan berbagai masalah akuntansi dalam penyajian daftar keuangan maka komite PAI-IAI telah melakukan rivisi secara mendasar atas PAl dan hasil revisi tersebut dikodifikasi dalam buku PAl 1984 sebagai pengganti PAl 1974.

Perlakuan IFRS LEASING :

IFRS (International Financial Reporting Standards)
Keuntungan:
• IFRS telah menjadi standar acuan bagi banyak negara di dunia, sehingga laporan keuangan perusahaan di Indonesia dan negara lain menjadi semakin dapat diperbandingkan karena menggunakan standar yang sama, yaitu IFRS
• Standar yang sama akan mendukung ekonomi globalisai di beberapa wilayah karena laporan keuangan merupakan salah satu alat untuk menilai bisnis
• Prinsip fair value meningkatkan relevansi laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan karena asset/utang akan dinilai berdasarkan jumlah uang masa sekarang yang akan diterima/dikeluarkan dimasa depan sehingga lebih relevan kepada pengguna laporan keuangan daripada informasi historical cost (biaya masa lampau) yang dianggap kurang relevan terhadap pengambilan keputusan.

Hambatan
• Penilaian fair value adalah teknik akuntansi yang lebih rumit sehingga akan membutuhkan usaha yang lebih besar bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan
• IFRS banyak menyatakan bahwa judgement manajemen atas penerpan suatu standar sangat berperan penting, misalnya IFRS 17 (Leasing) atau IFRS 32&39 (Financial Instrument). Hal ini akan berakibat semakin banyaknya asumsi manajemen yang berbeda - beda dan menyebabkan kurangnya tingka komparabilitas laporan keuangan
• Khusus bagi akuntan publik yang menerbitkan opini atas laporan keuangan, akan, hal ini akan meningkatkan resiko karena banyaknya pihak lain yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan, misalnya aktuaris dan jasa penilai. Padahal standar kedua profesi ini belum lah terlalu solid. Memakai jasa profesi tersebut secara signifikan akan meningkatkan resiko audit
• Departemen keuangan, khususnya Pajak, belum melakukan tindakan signifikan untuk mengikuti IFRS karena laporan keuangan dengan memakai standar akuntansi keuangan adalah dasar perhitungan pajak penghasilan badan. Pajak belum mengeluarkan peraturan (atau minimal sosialisasi CMIIW ) baru tentang dispute antara peraturan perpajakan dan IFRS, misalnya peraturan tentang leasing, instrumen keuangan, mata uang pelaporan, dll.

IFRS di Negara lain

Prancis

1. Standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) menjadi dasar laporan konsolidasi di prancis setelah tahun 2009

2. Lebih fleksibel, menyesuaikan dengan IFRS bahkan GAAP.

Sumber :

- www.google.com

- http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/08/18/perputaran-aktiva-tetap

- http://id.svoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061495-pengukuran-dan-penilaian-aktiva-tetap/